Cagar Alam
Leuweung Sancang merupakan kawasan suaka alam yang memiliki keanekaragaman
hayati cukup tinggi. Sejak satu dasawarsa terakhir cagar alam ini mengalami
degradasi dan hampir semua jenis hutan pada kawasan ini mengalami deforestrasi
yaitu hutan pantai, hutan mangrove, hutan dataran rendah. Jika dibiarkan
dikhawatiran sumberdaya hutan yang terdapat pada Cagar Alam Leuweung Sancang
tersebut lambat laun akan punah. Mengingat besarnya manfaat sumberdaya hutan,
maka kondisi deforestrasi seperti yang terjadi pada Cagar Alam Leuweung Sancang
yang harus segera dihentikan serta perlu segera melakukan rehabilitasi lahan.
Salah satu kelemahan yang ada dalam upaya-upaya rehabilitasi kawasan hutan
selama ini, yaitu tidak adanya data yang, jelas dan akurat mengenai luas dan
lokasi kawasan hutan yang, mengalami degradasi. Citra satulit Landsat TM dengan
teknologi pengindeman jauh yang menyediakan data secam spasial dan mempunyai
distribusi temporal tentunya dapat menjadi suatu pilihan untuk Penelitian
mengenai kondisi tutupan lahan. Penelitian mengenai Kondisi Tutupan Hutan Cagar Alam Leuweung Sancang Berdasarkan Data
Digital Citra Landsat 7 Thematic Mapper diharapkan dapat memberikan
informasi untuk rehabilitasi dalam rangka pelestarian sumberdaya hutan.
Tujuan dari
penelitian ini adalah melakukan observasi dan pemetaan tutupan lahan dan
kerapatan hutan Cagar Alam Leuweung Sancang dengan menggunakan data citra satulit
Landsat 7 Thematic Mapper.
Data citra
yang digunakan dalam penelitian ini berupa data digital Citra satulit Lansat-7
Thematic Mapper path 122 row 65, liasil perekaman tanggal 22 Juli 2001. Adapun
data pendukung yang digunakan yaitu peta rupa bumi dengan skala l :25.000 dan
peta Batas Cagar Alam, Leuweung Sancang skala 1:25.000. Peralatan laboratorium
meliputi; perangkat lunak : ER Mapper 5,5, Mapinfo, Microsoft Word. Perangkat
keras keras meliputi seperangkat PC standar, digitizer, scanner dan printer.
Pelaksanaan
penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu pengolahan awal citra (pre-image processing), pengolahan citra
digital (image processing), pengambilan
data lapangan (ground check), dan
analisis kondisi tutupan lahan. Pengolahan awal citra (pre-image processing) meliputi dun tahap; tahap pertama yaitu
koreksi geometrik. Koreksi geometrik terhadap citra Landsat digital dilakukan
karena citra tersebut belum memiliki sistem koordinat yang sama dengan
koordinat geografis peta yang sebenarnya di lapangan. Dalam penelitian ini
koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan metode berdasarkan titik-titik
kontrol lapangan (ground control point/GCP
Method). Sebagai peta rujukan (master
map) untuk pemilihan titik kontrol lapangan digunakan peta rupa bumi skala
1 : 25.000. Setelah tahapan koreksi geometrik, tahapan selanjutnya yaitu
penyekatan daerah penelitian (kawasan hutan Cagar Alam Leuweung Sancang Garut)
pada citra terkoreksi.
Pada proses
pengolahan citra digital (Image
Processing) terdapat tiga tahapan, tahapan pertama yaitu penentuan daerah
contoh (training area), pengambilan
contoh dilakukan dengan cara pemilihan lokandokasi area contoh (training area) untuk mengambil informasi
statistik tipe-tipe tutupan lahan. pengambilan informasi statistik dilakukan dengan
cara mengambil contoh-contoh piksel dari setiap tipe tutupan lahan dan ditentukan
lokasinya menggunakan citra komposit 4 (infra merah), 3 (merah), 2 (hijau).
Tahapan
selanjutnya yaitu klasifikasi terawasi (supervised
classification), metode yang digunakan dalam kegiatan klasifikasi citra
adalah metode kemungkinan maksimum (minimum
likelihood method). Setelah proses klasifikasi kemudian dilakukan evaluasi
akurasi klasifikasi. Evaluasi dilakukan dengan uji klasifikasi per piksel (per piksel classification test) terhadap
piksel-piksel yang telah ditetapkan sebagai tipe-tipe tutupan lahan dengan
menggunakan pengkelas kemiripan/ kemungkinan maksimum. Hasil pengujian kemudian
ditabulasikan dalam matrik kekeliruan (confusion
matrix) untuk memudahkan perhitungan ketelitian/akurasi hasil pengujian.
Setelah
pengolahan awal citra kemudian dilakukan analisis kerapatan hutan, anallsis zonasi kerapatan hutan dilakukan
berdasarkan hasil perhitungan NDVI (Normalized
Different Vegetation Index) menggunakan band 4 (Infra merah) dan 3 (merah).
Kisaran tingkat kerapatan kanopi dan indek vegetasi tersebut adalah sebagal
berikut : 1. <20% (sangat jarang), kisaran nilai NDVI>0,01 sampai 0,18,
2. 21- 40% (jarang), kisaran nilai NDVI>0,18 sampai 0,32, 3. 41-60%
(sedang), kisaran nilai N-DVI>0,32 sampai 0,42, 4. 61-80% (lebat), kisaran
nilai NDVI 0,42 sampai 0,47, 5. >80% (sangat lebat), kisaran nilai
NDVI>0,47.
Tahapan
terakhir dari penelitian ini yaitu survey lapangan (ground check), Kegiatan ini dilakukan untuk pengecekan kebenaran
klasifikasi dan analisis indek vegetasi pada kelas contoh dan hasil analisis
yang rneragukan pengukuran persentase kanopi setiap kelas kerapatan dari hasil
analisis indek vegetasi dengan membuat transek seluas resolusi data Landsat-TM
(30x30 m) atau kelipatannya di areal yang relatif homogen.
Berdasarkan
hasil klasifikasi citra Landsat 7 TM Cagar Alam Leuweung Sancang, dihasilkan 7
tipe tutupan lahan. Selain tutupan hutan (hutan dataran rendah dan hutan
mangrove) terdapat tutupan lahan non hutan yaitu ladang, sawa, belukar,
perkebunan, dan tanah kosong.
Tabel 1. Komposisi
Dan Tutupan Lahan Hasil Klasifikasi Citra Landsat TM
No.
|
Kelas
|
Luas
|
||
Piksel
|
Ha
|
%
|
||
1
|
Hutan Dataran Rendah
|
15206
|
1368,51
|
63,42
|
2
|
Hutan Mangrove
|
311
|
28.8
|
1,33
|
3
|
Perkebunan
|
211
|
1896
|
0.88
|
4
|
Tegalan/Ladang
|
1601
|
144,07
|
6,68
|
5
|
Sawah
|
788
|
7(B
|
328
|
6
|
Belukar
|
5637
|
507.33
|
23,51
|
7
|
Tanah Kosong
|
213
|
19,21
|
0.9
|
Total
|
23967
|
2157,78
|
100
|
Berdasarkan table di atas, dari luas
total Cagar Alam yaitu 2157,78 ha, daerah itan yang tersisa (Hutan dataran
rendah dan hutan mangrove) seluas 1397,31 ha (64,76%), sedangkan daerah yang
tidak berhutan seluas 760,47 (35,24%).
Transformasi
NDVI pada citra ini menghasilkan tiga kelas kerapatan kanopi yaitu jarang,
sedang, dan lebat. Pada hutan dataran rendah dihasilkan dua kerapatan yaitu kerapatan
sedang dan kelas kerapatan lebat. Sedangkan pada hutan mangrove dihasilklan
kerapatan jarang dan sedang.
Tabel 2. Luasan Hutan
Menurut Tingkat Kerapatan dan Rasio Kerapatan Hutan
No.
|
Kelas
|
Hutan Dataran Rendah
|
Hutan Mangrove
|
||
Ha
|
%
|
Ha
|
%
|
||
1
|
Jarang
0,01 – 0,32
|
-
|
-
|
13,27
|
46,08
|
2
|
Sedang
0,01 – 0,32
|
688,29
|
50,30
|
15,53
|
53,92
|
3
|
Lebat
> 0,42
|
680,22
|
49,70
|
-
|
-
|
Jumlah (Ha)
|
1368,51
|
100
|
28,80
|
100
|
Pada hutan
dataran rendah nilai rasio NDVI >0,42 (hutan Lebat) mempunyai luas
680,22 ha dan nilai rasio NDVI antara 0,32 - 0,42 (hutan Sedang) memiliki luas
688,29 ha. Perbandinaan luas hutan lebat dengan hutan sedang di kawasan ini
menunjukan bahwa hutan lebat lebih sedikit (8,02 ha) daripada hutan lebat. Pada
hutan Mangrove nilai rasio NDVI antara 0,01 - 0,18 (hutan jarang) mempunyai
luas 13,27 ha dan nilai rasio NDVI antara 0,32 - 0,42 (hutan Sedang) memiliki
luas 15,53 ha. Adapun perbandingan luas hutan sedang dengan hutan sedang di
kawasan ini menunjukan bahwa hutan sedang lebih luas (2,26 ha) daripada hutan
jarang.
No comments:
Post a Comment