Pages

Monday, 10 September 2012

Analisis Kondisi Tutupan Lahan CA Leuweung Sancang Menggunakan Citra Landsat 7 TM

Cagar Alam Leuweung Sancang merupakan kawasan suaka alam yang memiliki keanekaragaman hayati cukup tinggi. Sejak satu dasawarsa terakhir cagar alam ini mengalami degradasi dan hampir semua jenis hutan pada kawasan ini mengalami deforestrasi yaitu hutan pantai, hutan mangrove, hutan dataran rendah. Jika dibiarkan dikhawatiran sumberdaya hutan yang terdapat pada Cagar Alam Leuweung Sancang tersebut lambat laun akan punah. Mengingat besarnya manfaat sumberdaya hutan, maka kondisi deforestrasi seperti yang terjadi pada Cagar Alam Leuweung Sancang yang harus segera dihentikan serta perlu segera melakukan rehabilitasi lahan. Salah satu kelemahan yang ada dalam upaya-upaya rehabilitasi kawasan hutan selama ini, yaitu tidak adanya data yang, jelas dan akurat mengenai luas dan lokasi kawasan hutan yang, mengalami degradasi. Citra satulit Landsat TM dengan teknologi pengindeman jauh yang menyediakan data secam spasial dan mempunyai distribusi temporal tentunya dapat menjadi suatu pilihan untuk Penelitian mengenai kondisi tutupan lahan. Penelitian mengenai Kondisi Tutupan Hutan Cagar Alam Leuweung Sancang Berdasarkan Data Digital Citra Landsat 7 Thematic Mapper diharapkan dapat memberikan informasi untuk rehabilitasi dalam rangka pelestarian sumberdaya hutan.
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan observasi dan pemetaan tutupan lahan dan kerapatan hutan Cagar Alam Leuweung Sancang dengan menggunakan data citra satulit Landsat 7 Thematic Mapper.
Data citra yang digunakan dalam penelitian ini berupa data digital Citra satulit Lansat-7 Thematic Mapper path 122 row 65, liasil perekaman tanggal 22 Juli 2001. Adapun data pendukung yang digunakan yaitu peta rupa bumi dengan skala l :25.000 dan peta Batas Cagar Alam, Leuweung Sancang skala 1:25.000. Peralatan laboratorium meliputi; perangkat lunak : ER Mapper 5,5, Mapinfo, Microsoft Word. Perangkat keras keras meliputi seperangkat PC standar, digitizer, scanner dan printer.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu pengolahan awal citra (pre-image processing), pengolahan citra digital (image processing), pengambilan data lapangan (ground check), dan analisis kondisi tutupan lahan. Pengolahan awal citra (pre-image processing) meliputi dun tahap; tahap pertama yaitu koreksi geometrik. Koreksi geometrik terhadap citra Landsat digital dilakukan karena citra tersebut belum memiliki sistem koordinat yang sama dengan koordinat geografis peta yang sebenarnya di lapangan. Dalam penelitian ini koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan metode berdasarkan titik-titik kontrol lapangan (ground control point/GCP Method). Sebagai peta rujukan (master map) untuk pemilihan titik kontrol lapangan digunakan peta rupa bumi skala 1 : 25.000. Setelah tahapan koreksi geometrik, tahapan selanjutnya yaitu penyekatan daerah penelitian (kawasan hutan Cagar Alam Leuweung Sancang Garut) pada citra terkoreksi.
Pada proses pengolahan citra digital (Image Processing) terdapat tiga tahapan, tahapan pertama yaitu penentuan daerah contoh (training area), pengambilan contoh dilakukan dengan cara pemilihan lokandokasi area contoh (training area) untuk mengambil informasi statistik tipe-tipe tutupan lahan. pengambilan informasi statistik dilakukan dengan cara mengambil contoh-contoh piksel dari setiap tipe tutupan lahan dan ditentukan lokasinya menggunakan citra komposit 4 (infra merah), 3 (merah), 2 (hijau).
Tahapan selanjutnya yaitu klasifikasi terawasi (supervised classification), metode yang digunakan dalam kegiatan klasifikasi citra adalah metode kemungkinan maksimum (minimum likelihood method). Setelah proses klasifikasi kemudian dilakukan evaluasi akurasi klasifikasi. Evaluasi dilakukan dengan uji klasifikasi per piksel (per piksel classification test) terhadap piksel-piksel yang telah ditetapkan sebagai tipe-tipe tutupan lahan dengan menggunakan pengkelas kemiripan/ kemungkinan maksimum. Hasil pengujian kemudian ditabulasikan dalam matrik kekeliruan (confusion matrix) untuk memudahkan perhitungan ketelitian/akurasi hasil pengujian.
Setelah pengolahan awal citra kemudian dilakukan analisis kerapatan hutan,  anallsis zonasi kerapatan hutan dilakukan berdasarkan hasil perhitungan NDVI (Normalized Different Vegetation Index) menggunakan band 4 (Infra merah) dan 3 (merah). Kisaran tingkat kerapatan kanopi dan indek vegetasi tersebut adalah sebagal berikut : 1. <20% (sangat jarang), kisaran nilai NDVI>0,01 sampai 0,18, 2. 21- 40% (jarang), kisaran nilai NDVI>0,18 sampai 0,32, 3. 41-60% (sedang), kisaran nilai N-DVI>0,32 sampai 0,42, 4. 61-80% (lebat), kisaran nilai NDVI 0,42 sampai 0,47, 5. >80% (sangat lebat), kisaran nilai NDVI>0,47.
Tahapan terakhir dari penelitian ini yaitu survey lapangan (ground check), Kegiatan ini dilakukan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi dan analisis indek vegetasi pada kelas contoh dan hasil analisis yang rneragukan pengukuran persentase kanopi setiap kelas kerapatan dari hasil analisis indek vegetasi dengan membuat transek seluas resolusi data Landsat-TM (30x30 m) atau kelipatannya di areal yang relatif homogen.
Berdasarkan hasil klasifikasi citra Landsat 7 TM Cagar Alam Leuweung Sancang, dihasilkan 7 tipe tutupan lahan. Selain tutupan hutan (hutan dataran rendah dan hutan mangrove) terdapat tutupan lahan non hutan yaitu ladang, sawa, belukar, perkebunan, dan tanah kosong.
  
Tabel 1. Komposisi Dan Tutupan Lahan Hasil Klasifikasi Citra Landsat TM
  
 
No.
Kelas
Luas
Piksel
Ha
%
1
Hutan Dataran Rendah
15206
1368,51
63,42
2
Hutan Mangrove
311
28.8
1,33
3
Perkebunan
211
1896
0.88
4
Tegalan/Ladang
1601
144,07
6,68
5
Sawah
788
7(B
328
6
Belukar
5637
507.33
23,51
7
Tanah Kosong
213
19,21
0.9
Total
23967
2157,78
100

Berdasarkan table di atas, dari luas total Cagar Alam yaitu 2157,78 ha, daerah itan yang tersisa (Hutan dataran rendah dan hutan mangrove) seluas 1397,31 ha (64,76%), sedangkan daerah yang tidak berhutan seluas 760,47 (35,24%).

Transformasi NDVI pada citra ini menghasilkan tiga kelas kerapatan kanopi yaitu jarang, sedang, dan lebat. Pada hutan dataran rendah dihasilkan dua kerapatan yaitu kerapatan sedang dan kelas kerapatan lebat. Sedangkan pada hutan mangrove dihasilklan kerapatan jarang dan sedang.

Tabel 2. Luasan Hutan Menurut Tingkat Kerapatan dan Rasio Kerapatan Hutan

No.
Kelas
Hutan Dataran Rendah
Hutan Mangrove
Ha
%
Ha
%
1
Jarang
0,01 – 0,32
-
-
13,27
46,08
2
Sedang
0,01 – 0,32
688,29
50,30
15,53
53,92
3
Lebat
> 0,42
680,22
49,70
-
-
Jumlah (Ha)
1368,51
100
28,80
100

Pada hutan dataran rendah nilai rasio NDVI >0,42 (hutan Lebat) mempunyai luas 680,22 ha dan nilai rasio NDVI antara 0,32 - 0,42 (hutan Sedang) memiliki luas 688,29 ha. Perbandinaan luas hutan lebat dengan hutan sedang di kawasan ini menunjukan bahwa hutan lebat lebih sedikit (8,02 ha) daripada hutan lebat. Pada hutan Mangrove nilai rasio NDVI antara 0,01 - 0,18 (hutan jarang) mempunyai luas 13,27 ha dan nilai rasio NDVI antara 0,32 - 0,42 (hutan Sedang) memiliki luas 15,53 ha. Adapun perbandingan luas hutan sedang dengan hutan sedang di kawasan ini menunjukan bahwa hutan sedang lebih luas (2,26 ha) daripada hutan jarang.

No comments:

Post a Comment